• UGM
  • SPs UGM
  • Library
  • IT Center
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Lingkungan
Universitas Gadjah Mada
  • BERANDA
  • PROGRAM MAGISTER
    • PROFIL
    • PENDAFTARAN
    • KURIKULUM
      • PEMETAAN
      • MATA KULIAH
      • TUGAS AKHIR
    • AKADEMIK
      • KALENDER AKADEMIK
      • LAYANAN AKADEMIK MAHASISWA
      • AKREDITASI PRODI
  • PROGRAM DOKTOR
    • PROFIL
    • PENDAFTARAN
    • KURIKULUM
      • PERKULIAHAN
      • TUGAS AKHIR
    • AKADEMIK
      • KALENDER AKADEMIK DAN JADWAL UJIAN
      • LAYANAN AKADEMIK MAHASISWA
      • AKREDITASI PRODI
    • RISET/PUBLIKASI
  • KONTAK
  • Beranda
  • praktik lapangan
  • praktik lapangan
Arsip:

praktik lapangan

Defisiensi: Kegiatan Teori dan Praktik Terintegrasi untuk Bekal Semester Baru

BeritaFlash Monday, 18 August 2025

Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) secara resmi membuka Semester Gasal TA. 2025/2026 dengan menyelenggarakan rangkaian kegiatan defisiensi dan praktik lapangan bagi mahasiswa. Kegiatan ini bertujuan memperkuat pemahaman dasar lintas disiplin serta meningkatkan kapasitas akademik mahasiswa dalam memahami isu-isu lingkungan yang kompleks dan multidimensi.

[sangar-slider id=”1790″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Defisiensi yang berlangsung selama satu minggu ini menghadirkan pakar dari berbagai disiplin ilmu, alumni, dan pustakawan UGM untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan dasar tentang isu-isu lingkungan penting seperti perubahan iklim (SDG 13), pengelolaan air bersih dan sanitasi (SDG 6), restorasi ekosistem darat (SDG 15), transisi energi bersih dan terjangkau (SDG 7), serta kemitraan untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG 17). Ketua kegiatan, Dr. Sudrajat, menyatakan bahwa defisiensi menjadi momen penting untuk menyamakan pemahaman mahasiswa dari latar belakang yang beragam serta menyiapkan mereka dengan fondasi teori dan konsep yang kuat untuk melanjutkan studi mereka di bidang ilmu lingkungan dan geografi.

Melengkapi kegiatan di dalam kelas yang diselenggarakan pada 11-15 Agustus 2025, Program Magister Ilmu Lingkungan UGM juga menggelar praktik yang dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 2025 di lima lokasi strategis yaitu Magelang, Purworejo, dan Kulon Progo. Kegiatan ini memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa untuk mengamati dan mengkaji fenomena lingkungan.

Setiap lokasi dipilih secara cermat untuk menggambarkan berbagai tantangan lingkungan, mulai dari dampak pembangunan jalan tol terhadap ekosistem, adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim di permukiman, pengembangan ekowisata yang berkelanjutan, hingga kajian morfologi lahan dan ekonomi berkelanjutan. Penutupan kegiatan dilakukan di lokasi ekowisata strategis dengan diskusi reflektif dan presentasi rencana riset mahasiswa sebagai wujud komitmen awal mereka dalam riset lingkungan berbasis keberlanjutan.

Menurut Dr. Sudrajat, praktik lapangan merupakan langkah penting untuk mengintegrasikan teori dan praktik, membangun kesadaran kritis, serta mendorong kemampuan analitis mahasiswa dalam memahami interaksi kompleks antara manusia dan lingkungan. Pengalaman lapangan diharapkan menjadi pijakan awal bagi mahasiswa dalam menjalankan riset yang berdampak nyata bagi pencapaian target SDGs, sekaligus memperkuat sinergi antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah daerah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal maupun nasional.

Program Magister Ilmu Lingkungan UGM terus berkomitmen menjadi pionir dalam pengembangan keilmuan lingkungan yang berorientasi pada solusi dan keberlanjutan, mempersiapkan lulusan yang mampu berkontribusi dalam riset, kebijakan, dan aksi nyata menghadapi tantangan lingkungan di masa depan.

Untuk informasi lebih lanjut tentang program dan kegiatan akademik, dapat mengunjungi laman resmi Program Magister Ilmu Lingkungan UGM di https://lingkungan.pasca.ugm.ac.id/.

Penulis: Agung

Editor: Ulyn N

Eksplorasi Potensi Karbon Ekosistem Mangrove Mojo Pemalang

Berita Wednesday, 23 July 2025

Tim Minat Biotik dari Program Magister Ilmu Lingkungan melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Mangrove Mojo, Kabupaten Pemalang dengan menganalisis struktur komunitas mangrove, mengukur stok karbon, serta menilai parameter lingkungan yang mempengaruhi ekosistem mangrove di kawasan yang telah ditetapkan sebagai role model pengelolaan mangrove berbasis kolaborasi di Indonesia.

[sangar-slider id=”1741″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Berdasarkan studi terdahulu yang dilakukan oleh Renta et al. (2016), Avicennia marina mendominasi tingkat pohon dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 153,24, sedangkan Rhizophora mucronata mendominasi tingkat anakan dengan INP 171,40. Kawasan ini memiliki kapasitas penyerapan karbon yang signifikan dengan estimasi simpanan karbon biomassa sebesar 21,55–144,22 ton C/ha dan karbon sedimen 98,45–181,06 ton C/ha, dengan rata-rata total simpanan karbon mencapai 155,13 ton C/ha. Temuan ini menjadikan hutan mangrove Mojo sebagai salah satu solusi alami paling efektif dalam menahan emisi gas rumah kaca.

Observasi lapangan mengungkap kondisi ekosistem terkini yang menunjukkan hasil kanopi lebat, pohon sehat dengan daun hijau gelap, dan sistem akar yang kuat. Kehadiran burung migran dan ikan gelodok (mudskipper) menunjukkan bahwa ekosistem mangrove berperan sebagai habitat penting bagi keanekaragaman hayati yang lebih luas. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai total cadangan karbon pada kawasan mangrove Desa Mojo sebesar 55.73 ton C/ha. Namun demikian, hasil observasi juga mengidentifikasi adanya transisi zona kritis dengan area pohon mangrove mati dan mengering yang diduga merupakan akibat dari abrasi dan penurunan muka tanah yang disebabkan oleh maraknya alih fungsi lahan menjadi tambak udang vaname yang membutuhkan air tawar dalam proses budidayanya. Dibandingkan dengan desa sekitar seperti Pesantren dan Limbangan, Mojo memiliki rasio tambak terhadap mangrove yang lebih rendah (14,47%), menunjukkan tekanan lahan yang relatif ringan dan potensi keberhasilan rehabilitasi yang lebih tinggi (Fatmawati et al., 2016).

Kegiatan KKL ini secara langsung mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 14 (Life below Water) melalui perlindungan dan pemulihan ekosistem pesisir, serta SDG 13 (Climate Action) dengan mengidentifikasi potensi penyerapan karbon mangrove sebagai solusi berbasis alam. Melalui pendekatan ilmiah yang terintegrasi dengan keterlibatan masyarakat lokal, termasuk kelompok Pelita Bahari yang dibentuk bersama OISCA, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah signifikan dalam mendukung strategi konservasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. “Saat ini kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ekosistem mangrove telah menunjukkan peningkatan, harapannya semoga pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat yang sebagian besar memiliki mata pencaharian utama sebagai penambak baik ikan bandeng maupun udang vaname dapat beriringan dengan upaya pelestarian lingkungan,” ujar Bapak Tolani selaku Ketua Kelompok Pelita Bahari. Sinergi antara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal ini memperkuat upaya perlindungan ekosistem mangrove sebagai benteng alami pesisir dan rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa.

“Selama melakukan penelitian melalui program kuliah kerja lapangan di kawasan ekosistem esensial mangrove Desa Mojo, Kabupaten Pemalang, kami menyaksikan secara langsung bagaimana hutan mangrove menjadi benteng alami bagi pesisir dan rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa” ujar Tim Minat Biotik. Kondisi ini menjadi pengingat bahwa perlindungan ekosistem merupakan suatu hal yang krusial untuk dilakukan, khususnya dalam konteks krisis iklim, kerusakan lingkungan, dan tekanan pembangunan.

Penulis: Tim KKL

Kajian Clean Coast Index untuk Coastal Resilience di Kabupaten Pemalang

Berita Wednesday, 23 July 2025

Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada telah melaksanakan Kuliah Kerja Lapang (KKL) dengan tema Coastal Resilience di Kabupaten Pemalang pada 14-17 Juli 2025. Kegiatan ini menganalisis kebersihan pantai melalui pendekatan Clean Coast Index (CCI) dan Hazardous Item Index (HII) di tiga lokasi strategis: Pantai Widuri Kecamatan Pemalang, Pantai Joko Tingkir Kecamatan Petarukan, dan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Mangrove Mojo Kecamatan Ulujami. Penelitian ini merupakan respons terhadap permasalahan serius pencemaran sampah laut antropogenik di pesisir Indonesia, khususnya di Kabupaten Pemalang yang memiliki potensi wisata dan ekonomi maritim yang tinggi.

[sangar-slider id=”1735″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Metode penelitian yang digunakan diantaranya Shoreline Survey Methodology dan transect belt sampling untuk mengidentifikasi jumlah, jenis, dan kelimpahan sampah pesisir secara komprehensif. Tim peneliti menggunakan berbagai instrumen ilmiah termasuk GPS, kamera, timbangan analitik, dan peralatan sampling lainnya untuk memperoleh data kuantitatif dan kualitatif yang akurat. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat kebersihan pantai dan keberadaan barang berbahaya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pesisir. Data awal menunjukkan bahwa Pantai Widuri memiliki kepadatan sampah makro (Sampah dengan ukuran lebih besar dari 25 mm) lebih tinggi karena aktivitas wisata yang intensif dengan 143 sampah plastik dari total 174 item, sementara Pantai Joko Tingkir didominasi sampah meso (Sampah dengan ukuran antara 5 mm hingga 25 mm) akibat aliran Sungai Comal. KEE Mojo sebagai kawasan konservasi menghadapi tekanan ganda dari akumulasi sampah laut dan darat yang mengancam kelestarian ekosistem mangrove.

Temuan penelitian mengungkap kondisi memprihatinkan dengan dominasi sampah plastik dan keberadaan limbah berbahaya seperti jarum suntik, puntung rokok, dan pecahan kaca dalam jumlah signifikan. “Penelitian ini penting sebagai dasar ilmiah untuk menjaga kebersihan dan keselamatan lingkungan pesisir Pemalang,” ungkap Cindy Amelina selaku Koordinator Minat CCI. Data ini menjadi krusial mengingat Indonesia berkontribusi 0,48-1,29 juta ton sampah plastik ke laut per tahun, dan Pemalang sebagai wilayah pesisir strategis membutuhkan pengelolaan berbasis sains untuk keberlanjutan wisata dan perlindungan kawasan konservasi. Kolaborasi antara UGM, Pemerintah Kabupaten Pemalang, Dinas Lingkungan Hidup, dan BPBD dalam penelitian ini diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan pengelolaan pesisir yang efektif untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan keberlanjutan ekonomi berbasis wisata maritim.

Kegiatan penelitian ini sejalan dengan pencapaian beberapa target Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 14 (Life Below Water) melalui upaya pengurangan polusi laut dan perlindungan ekosistem pesisir, SDG 12 (Responsible Consumption and Production) dengan meningkatkan kesadaran pengelolaan sampah, serta SDG 17 (Partnerships for the Goals) melalui kolaborasi multi-stakeholder antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi terhadap pencapaian target global perlindungan lingkungan laut dan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, regional, maupun nasional.

Penulis: Tim KKL

Menyingkap Ancaman Intrusi Air Laut di Wilayah Pesisir Kabupaten Pemalang

Berita Tuesday, 22 July 2025

Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan telah menyelesaikan penelitian lapangan komprehensif untuk menganalisis fenomena intrusi air laut terhadap kualitas air tanah di wilayah pesisir Kabupaten Pemalang. Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang berlangsung pada tanggal 14–17 Juli 2025 ini dilakukan melalui pengambilan data di empat kecamatan strategis yakni Kecamatan Pemalang, Taman, Petarukan, dan Ulujami, yang merepresentasikan karakteristik beragam wilayah pesisir Kabupaten Pemalang.

[sangar-slider id=”1727″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Intrusi air laut merupakan salah satu ancaman tersembunyi yang mengancam keberlanjutan sumber daya air di wilayah pesisir Indonesia. Air tanah di kawasan pesisir memiliki fungsi vital dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat, namun masuknya air laut ke dalam lapisan air tanah dapat secara signifikan menurunkan kualitas air dan membahayakan kesehatan serta ketahanan air masyarakat pesisir. Permasalahan ini diperparah oleh aktivitas antropogenik seperti eksploitasi air tanah secara berlebihan, perubahan tata guna lahan, dan tekanan pembangunan di wilayah pesisir. “Penelitian ini menjadi langkah awal untuk memahami krisis tersembunyi di bawah tanah, air bersih yang perlahan tercemar oleh laut,” ungkap Koordinator Tim Peneliti, menekankan urgensi kajian ilmiah yang mendalam untuk memahami dinamika hidrogeologis di wilayah pesisir.

Metodologi penelitian yang diterapkan menggunakan pendekatan scientific yang terstruktur melalui pengukuran kualitas air dengan pengambilan sampel dari sumur gali dan sumur bor menggunakan alat Water Checker Multiparameter untuk mengukur parameter kunci seperti salinitas, Total Dissolved Solids (TDS), Daya Hantar Listrik (DHL), dan pH, serta penggunaan GPS untuk dokumentasi spasial yang akurat. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola sebaran dan tingkat keparahan intrusi air laut serta mengkaji dampak intrusi terhadap kualitas air tanah di wilayah pesisir Kabupaten Pemalang. “Kondisi lapangan menunjukkan variasi signifikan dalam kualitas air tanah, yang mencerminkan besarnya tantangan yang dihadapi masyarakat pesisir,” ujar salah satu anggota tim peneliti. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran ilmiah mengenai kondisi aktual air tanah di wilayah pesisir serta menjadi dasar rekomendasi kebijakan pengelolaan air yang berkelanjutan dan berpihak pada kepentingan masyarakat, termasuk menyediakan informasi awal tentang potensi pencemaran air tanah akibat intrusi air laut dan memberikan rekomendasi pemanfaatan air bersih secara berkelanjutan di daerah pesisir.

Kegiatan penelitian ini secara langsung berkontribusi terhadap pencapaian beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 6 mengenai Clean Water and Sanitation melalui upaya memastikan ketersediaan dan pengelolaan air bersih yang berkelanjutan untuk semua, serta SDG 14 tentang Life Below Water dalam konteks perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya laut dan pesisir. Penelitian ini juga mendukung SDG 13 Climate Action melalui upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada sumber daya air pesisir. “Kami berharap hasil penelitian ini dapat menjadi pijakan untuk kebijakan perlindungan sumber daya air yang lebih adaptif dan berkelanjutan.

Penulis: Tim KKL

Analisis Multibahaya untuk Mengetahui Tingkat Kerentanan Pesisir Kabupaten Pemalang

Berita Tuesday, 22 July 2025

Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) bertema coastal resilience di Kabupaten Pemalang pada tanggal 14-17 Juli 2025. Sebagian daerah Pemalang yang berada di Pantai Utara Jawa mengalami perkembangan yang sangat masif namun terancam oleh fenomena perubahan iklim. Berbeda dengan wilayah pesisir lainnya seperti Semarang, Demak, atau Jakarta yang telah menjadi perhatian publik, Pemalang belum menjadi wilayah prioritas untuk upaya mitigasi meskipun dampak bencana pesisir sudah sangat dirasakan masyarakat setempat.

[sangar-slider id=”1687″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Dari perspektif fisik, penelitian ini menggunakan metode Coastal Hazard Wheel (CHW), sebuah sistem klasifikasi standar yang dikembangkan oleh Roshendal Applequist bersama UNEP untuk menilai bahaya yang dihadapi wilayah pesisir akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. Penelitian dilakukan sepanjang pesisir Pemalang yang berbatasan langsung dengan Pantai Utara Jawa, meliputi Kecamatan Ulujami, Petarukan, Taman, dan Pemalang dengan panjang garis pantai mencapai 45,16 km. Enam parameter biogeofisik menjadi fokus utama analisis, yaitu bentuklahan atau tata letak geologi, gelombang, pasang surut, keberadaan flora (mangrove atau vegetasi lain), imbangan sedimen, dan storm climate. Tujuan utama penelitian adalah menganalisis tingkat multibahaya di pesisir Kabupaten Pemalang serta merumuskan rekomendasi upaya pengelolaannya.

Hasil sementara menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan di pesisir Pemalang. Analisis menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki ancaman bahaya disrupsi ekosistem dan inundasi pada tingkat sedang hingga sangat tinggi, bahaya erosi rendah hingga tinggi, serta bahaya intrusi dan banjir rob sedang hingga tinggi. Kondisi ini diperkuat oleh fakta bahwa garis pantai di beberapa wilayah pesisir seperti Pantai Kramatsari Blendung, Pantai Ketapang, Pantai Kertosari, dan Pantai Kaliprau sudah mulai hilang akibat bencana rob pada bulan Mei lalu. Data dari BPBD Kabupaten Pemalang mencatat terdapat 8 kecamatan yang masuk daerah rawan banjir, dengan empat di antaranya terletak di pesisir dengan total luas daerah rawan banjir mencapai 27.387,34 Ha. Dampak banjir rob yang terjadi di akhir Mei 2025 sangat parah, berdasarkan keterangan dari Ketua BUMDES Kertosari, Bapak Subhi, menyampaikan bahwa 50% wilayah Desa Kertosari terendam yang terdiri dari 30% area kebun/sawah/tambak dan 20% permukiman. Kondisi yang lebih mengkhawatirkan dialami Desa Blendung yang menurut Pak Waryono, pembina Koperasi Perikanan Darat, mengalami genangan 100% saat banjir rob tersebut.

Untuk mendapatkan hasil yang komprehensif, tim peneliti berkoordinasi dengan beberapa OPD di Kabupaten Pemalang yaitu BPBD, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, BAPPEDA, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, serta Cabang Dinas Kehutanan V. Mengingat pengelolaan sebagian wilayah pesisir dan laut menjadi kewenangan provinsi, tim juga berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah. Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang memberikan dukungan penuh dalam kegiatan ini berupa penyediaan data, informasi, dan dokumen untuk menunjang analisis seperti data kejadian bencana, dokumen tata ruang, kajian risiko bencana, dokumen rencana kinerja, dokumen rencana strategi, hingga dokumen laporan realisasi kegiatan, serta dokumen, data, dan informasi lain yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir di Kabupaten Pemalang.

Kegiatan KKL ini sejalan dengan beberapa Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 13 (Climate Action) dengan menganalisis dampak perubahan iklim terhadap wilayah pesisir, SDG 14 (Life Below Water) dalam konteks pelestarian ekosistem pesisir dan laut, serta SDG 15 (Life on Land) melalui perlindungan ekosistem darat di zona pesisir. Sehingga, penelitian ini diharapkan dapat menjadi peringatan awal bagi masyarakat untuk mulai melakukan upaya mitigasi dan adaptasi yang diperlukan, serta menjadi dasar penyusunan program dan kebijakan mitigasi pesisir bagi pemerintah daerah dan pusat. Sebagaimana disampaikan Pak Waryono, pembina Koperasi Perikanan Darat Desa Blendung, hasil penelitian ini diharapkan dapat dibawa kepada pemerintah sehingga dapat lebih memperhatikan kondisi pesisir Pemalang dan membantu masyarakat melakukan upaya-upaya pengurangan dampak bencana.

Penulis: Tim KKL

Mengungkap Dampak Perubahan Lingkungan terhadap Kehidupan Masyarakat Pesisir Pemalang

Berita Monday, 21 July 2025

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapang (KKL) dengan tema “Coastal Resilience” di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Melalui perspektif sosial, penelitian ini fokus pada analisis persepsi masyarakat pesisir terhadap permasalahan lingkungan dan dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di 16 desa yang tersebar di empat kecamatan, yakni Kecamatan Pemalang, Kecamatan Taman, Kecamatan Petarukan, dan Kecamatan Ulujami.

[sangar-slider id=”1677″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui skala Likert untuk mengukur persepsi masyarakat. Temuan awal menunjukkan adanya peningkatan frekuensi banjir rob dan gelombang pasang di kawasan pesisir Pemalang dalam beberapa tahun terakhir. Data pendukung dari Dinas Kelautan dan Perikanan Pemalang menunjukkan bahwa sekitar 55% masyarakat pesisir bekerja di sektor perikanan, sementara data BPS Kabupaten Pemalang 2023 mencatat sekitar 18% total penduduk hidup di bawah garis kemiskinan dengan sebagian besar tinggal di daerah pesisir. Observasi lapangan mengungkapkan bahwa dari keempat kecamatan, Kecamatan Ulujami merupakan kecamatan yang menunjukkan tingkat persepsi tertinggi terhadap semua isu pesisir, diantaranya adalah kerusakan infrastruktur, rumah, dan lahan pertanian akibat banjir rob, penurunan kualitas air dan lahan pertanian, serta hilangnya mata pencaharian masyarakat akibat permasalahan lingkungan pesisir.

“Penelitian ini memberikan pemahaman lebih dalam mengenai kondisi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat, sehingga kita bisa memastikan bahwa kondisi lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat masih bisa diupayakan menjadi lebih baik meski alam terus berubah dan tidak bisa dikendalikan,” ujar Annisa Nabila Ramdini selaku koordinator dari Minat Sosial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk pengelolaan lingkungan sosial pesisir yang lebih baik dan menjadi dasar acuan bagi Pemerintah Kabupaten Pemalang dalam merumuskan kebijakan pengelolaan lingkungan yang lebih efektif, terutama untuk kawasan pesisir. Dampak jangka panjang penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan memperkuat ketahanan sosial serta ekonomi masyarakat pesisir di Pemalang.

Kegiatan Kuliah Kerja Lapang ini secara langsung mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 13 (Climate Action) melalui analisis dampak perubahan iklim terhadap masyarakat pesisir, dan SDG 15 (Life on Land) dengan kajian pengelolaan lingkungan pesisir yang berkelanjutan. Penelitian ini juga berkontribusi pada SDG 17 (Partnerships for the Goals) melalui kolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Pemalang yang memberikan dukungan penuh dalam bentuk akses data dan fasilitas penelitian untuk mendukung kelancaran penelitian di lapangan.

Penulis: Tim KKL

Kuliah Kerja Lapangan 2025: Menguak Kompleksitas Tantangan Lingkungan Pesisir di Kabupaten Pemalang melalui Pendekatan Multidisiplin

BeritaFlash Monday, 21 July 2025

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada telah menyelenggarakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) komprehensif bertema “Coastal Resilience” di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, pada tanggal 14-18 Juli 2025. Kegiatan ini melibatkan pendekatan multidisiplin untuk menganalisis berbagai aspek lingkungan pesisir yang mencakup dimensi sosial, fisik, dan biotik di wilayah yang tersebar di empat kecamatan strategis yaitu Kecamatan Pemalang, Taman, Petarukan, dan Ulujami.

Hasil penelitian komprehensif dari kelima minat menunjukkan kompleksitas tantangan pesisir Kabupaten Pemalang yang saling berkaitan. Minat Sosial mengungkapkan bahwa Kecamatan Ulujami merupakan kecamatan yang menunjukkan tingkat persepsi tertinggi terhadap semua isu pesisir, diantaranya adalah kerusakan infrastruktur, rumah, dan lahan pertanian akibat banjir rob, penurunan kualitas air dan lahan pertanian, serta hilangnya mata pencaharian masyarakat akibat permasalahan lingkungan pesisir. [selengkapnya]

(Dokumentasi Minat Sosial)

Pada aspek lain, Minat Coastal Hazard Wheel mengidentifikasi tingkat kerentanan sedang hingga sangat tinggi terhadap disrupsi ekosistem, inundasi, erosi, dan intrusi air laut, yang dikonfirmasi dengan kejadian banjir rob Mei 2025 yang menyebabkan 50% wilayah Desa Kertosari dan 100% Desa Blendung terendam. [selengkapnya]

(Dokumentasi Minat Coastal Hazard Wheel)

Penelitian intrusi air laut mengungkap ancaman tersembunyi terhadap kualitas air tanah yang menunjukkan variasi signifikan kualitas air tanah akibat masuknya air laut ke dalam lapisan akuifer. [selengkapnya]

(Dokumentasi Minat Intrusi)

Sementara itu, hasil pengamatan dari Minat Clean Coastal Index (CCI) menunjukkan bahwa Pantai Widuri memiliki kepadatan sampah makro (Sampah dengan ukuran lebih besar dari 25 mm) lebih tinggi karena aktivitas wisata yang intensif dengan 143 sampah plastik dari total 174 item, sementara Pantai Joko Tingkir didominasi sampah meso (Sampah dengan ukuran antara 5 mm hingga 25 mm) akibat aliran Sungai Comal. KEE Mojo sebagai kawasan konservasi menghadapi tekanan ganda dari akumulasi sampah laut dan darat yang mengancam kelestarian ekosistem mangrove. [selengkapnya]

(Dokumentasi Minat Clean Coastal Index)

Melalui perspektif lain, Tim Minat Biotik menemukan bahwa Ekosistem Mangrove Mojo memiliki potensi penyerapan karbon sebesar 55,73 ton C/ha yang didominasi Avicennia marina dan Rhizophora mucronata, namun menghadapi tekanan dari alih fungsi lahan menjadi tambak udang vaname yang menyebabkan kematian pohon mangrove di zona kritis. Temuan ini menunjukkan bahwa pesisir Pemalang menghadapi tekanan berlapis yang memerlukan pendekatan pengelolaan holistik dan berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan pesisir. [selengkapnya]

(Dokumentasi Minat Biotik)

Kegiatan penelitian komprehensif ini melibatkan koordinasi intensif dengan berbagai Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pemalang termasuk BPBD, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan, BAPPEDA, dan Cabang Dinas Kehutanan V, serta Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah. Pemerintah Daerah memberikan dukungan penuh berupa penyediaan data, informasi, dan dokumen penunjang analisis. Sinergi antara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, termasuk keterlibatan Kelompok Pelita Bahari yang dibentuk bersama OISCA, memperkuat upaya perlindungan ekosistem mangrove sebagai benteng alami pesisir.

Hasil penelitian terintegrasi ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi komprehensif untuk pengelolaan lingkungan pesisir yang berkelanjutan dan menjadi dasar acuan bagi Pemerintah Kabupaten Pemalang dalam merumuskan kebijakan pengelolaan lingkungan yang lebih efektif. Dampak jangka panjang penelitian diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan berkelanjutan, memperkuat ketahanan sosial ekonomi masyarakat pesisir, serta menjadi peringatan awal bagi pemerintah daerah untuk mulai melakukan upaya mitigasi dan adaptasi yang diperlukan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan tekanan pembangunan di wilayah pesisir.

Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini secara langsung mendukung pencapaian beberapa Sustainable Development Goals (SDGs) melalui pendekatan holistik. SDG 6 (Clean Water and Sanitation) didukung melalui upaya memastikan ketersediaan dan pengelolaan air bersih berkelanjutan dengan analisis intrusi air laut. SDG 13 (Climate Action) diimplementasikan melalui analisis dampak perubahan iklim terhadap masyarakat pesisir dan identifikasi potensi penyerapan karbon mangrove sebagai solusi berbasis alam. SDG 14 (Life Below Water) diperkuat melalui perlindungan dan pemulihan ekosistem pesisir serta pemanfaatan berkelanjutan sumber daya laut. SDG 15 (Life on Land) didukung melalui kajian pengelolaan lingkungan pesisir berkelanjutan dan perlindungan ekosistem darat di zona pesisir. Terakhir, SDG 17 (Partnerships for the Goals) diimplementasikan melalui kolaborasi komprehensif dengan Pemerintah Kabupaten Pemalang, berbagai OPD, dan masyarakat lokal yang memberikan dukungan penuh dalam bentuk akses data dan fasilitas penelitian.

Penulis: Tim KKL

Kilas Kegiatan Internship Program UGM–GUT: Kajian Geologi dan Geografi dalam Pengembangan Studi Ilmu Lingkungan

BeritaBerita S3FlashFlash S3 Thursday, 17 July 2025

Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), kembali menegaskan komitmennya dalam memperkuat jejaring internasional melalui penyelenggaraan Internship Doctoral Program hasil kerja sama dengan Fakultas Geografi dan Guilin University of Technology (GUT), Tiongkok. Program ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa internasional untuk terlibat dalam pengalaman akademik dan riset lintas negara. Sejak 21 April 2025, lima mahasiswa dari GUT telah tiba di UGM untuk mengikuti program selama kurang lebih tiga bulan, yang terdiri dari tiga mahasiswa non-degree Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan dan dua mahasiswa Internship Master Program Magister Geografi. Mereka sebelumnya telah mempersiapkan rencana studi dan riset, dan dibimbing oleh para akademisi UGM, termasuk Prof. Eko Haryono, untuk aktif mengikuti berbagai kegiatan akademik dan penelitian di Indonesia.

[sangar-slider id=”1814″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Pada 8 Mei 2025, mahasiswa GUT mengikuti kuliah bertema “Perubahan Bentang Alam Vulkanik dan Interferensi Aktivitas Manusia” yang dipandu oleh Mr. Malawani dari Departemen Geografi, UGM. Kuliah ini mengangkat evolusi morfologi serta pengaruh aktivitas manusia di Lembah Gendol, Gunung Merapi, termasuk dampak letusan, sedimentasi, dan kegiatan penambangan terhadap bentuk dan aliran sungai.

Kuliah berlanjut pada 9 Mei 2025 dengan topik “Studi Gunung Api di Indonesia” yang disampaikan oleh Mr. Indranova dari UGM. Ia menjelaskan distribusi spasial gunung api di Indonesia serta perkembangan riset geokimia yang mendukung pemahaman mekanisme pembentukan sistem vulkanik terkait dengan tektonik lempeng.

Pada 15 Mei 2025, mahasiswa GUT mengikuti kuliah bertema “Karst Geomorfologi” yang disampaikan oleh Prof. Eko dari Fakultas Geografi, UGM. Kuliah ini memberikan pemahaman mendalam mengenai pembentukan, evolusi, dan karakteristik unik bentang alam karst disertai pemaparan visual dari berbagai lokasi lapangan.

Selanjutnya, pada 16 Mei 2025, Prof. Arifudin Idrus dari Fakultas Teknik, UGM, memberikan kuliah mengenai sumber daya mineral di Indonesia. Beliau memaparkan jenis-jenis mineral utama, sejarah pembentukannya, kadar produksi, serta metode penambangan yang diterapkan di Indonesia.

Rangkaian kegiatan ditutup dengan studi lapangan di Gunung Gupit, Jawa Tengah, pada 20 Mei 2025 yang dipandu oleh Prof. Arifudin Idrus beserta tim. Dalam kesempatan ini, mahasiswa GUT mempelajari distribusi kawah, perubahan komposisi mineral, intrusi diorit, pembentukan tubuh bijih, serta prospek mineralisasi di wilayah tersebut.

Setelah kegiatan perkuliahan selesai, selama Bulan Juni mahasiswa GUT membuat resume atau summary Pendidikan dan pelatihannya selama di Indonesia. Akhirnya, sampai dengan 16 Juli mahasiswa pertukaran GUT Kembali ke China dengan pengalaman yang dapat memperkaya wawasan mereka mengenai geologi dan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia serta dapat mempererat hubungan akademik antara kedua universitas.

Sebagai bagian dari komitmen UGM terhadap pembangunan berkelanjutan, kegiatan ini turut mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 4 (Pendidikan Berkualitas) dengan memberikan akses pembelajaran lintas negara dan Tujuan 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan) melalui penguatan kolaborasi internasional di bidang pendidikan dan penelitian.

Penulis: Ulyn N

Mahasiswa Ilmu Lingkungan Kaji Pondasi Kebijakan Lingkungan dan Pengembangan Wilayah Berdasarkan Ekoregion

BeritaFlash Tuesday, 10 June 2025

8 Juni 2025, Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada melaksanakan praktik lapangan untuk Mata Kuliah Kebijakan Lingkungan dan Pengembangan Wilayah. Didampingi oleh Dr. Langgeng Wahyu Santosa, S.Si., M.Si., dan Prof. Dr. Lutfi Muta’ali, S.Si., M.T., kegiatan ini berlangsung di kawasan Jalan Opak Raya Kalasan–Piyungan, Gunung Purba Nglanggeran, dan Karst Goa Ngingrong. Pada praktik ini, mahasiswa melakukan analisis lingkungan dengan mengamati ekoregion, morfologi dan relief, struktur geomorfologis, proses pembentukan landform, litologi, serta relasi antara kondisi alam dan aktivitas manusia. Kegiatan ini dirancang agar mahasiswa memperoleh pemahaman kontekstual dan komprehensif mengenai bagaimana karakteristik bentang alam dapat menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan lingkungan yang tepat dan berkelanjutan.

[sangar-slider id=”1579″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Dr. Langgeng Wahyu Santosa menjelaskan bahwa praktik lapangan ini dirancang untuk memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap konsep kebijakan lingkungan yang berbasis pada kondisi nyata di lapangan. “Dasar utama dalam pengambilan kebijakan lingkungan adalah ekosistem bentang alam. Oleh karena itu, kami menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan ekologis melalui kajian ekosistem bentang alam, pendekatan spasial melalui analisis distribusi, peta, dan citra, serta pendekatan kompleks wilayah dengan membandingkan karakteristik antar bentang alam yang berbeda. Wilayah seperti Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul memiliki kondisi geomorfologis yang sangat beragam dalam hal ini tidak bisa hanya dipelajari dari ruang kelas. Sehingga, tujuan dari kuliah lapangan ini adalah agar mahasiswa dapat memahami bagaimana teori yang telah dipelajari berkaitan langsung dengan realitas di lapangan. Harapannya, mahasiswa mampu menarik kesimpulan yang tepat serta merumuskan strategi pengelolaan lingkungan yang lebih arif dan berkelanjutan,” terang Dr. Langgeng.

Senada dengan hal tersebut, Prof. Dr. Lutfi Muta’ali menekankan pentingnya landasan ilmiah dalam perumusan kebijakan lingkungan. “Mengambil kebijakan tanpa sistem pengetahuan yang kuat hanya akan menghasilkan keputusan yang bias dan tidak kontekstual,” tegasnya.

Kegiatan ini juga menjadi wadah bagi mahasiswa untuk melihat langsung perbedaan karakteristik lingkungan antara wilayah dataran fluviovulkanik Kalasan–Piyungan, kawasan vulkanik tua Gunung Nglanggeran, hingga kawasan karst di Goa Ngingrong. Observasi ini memperkuat pemahaman terhadap ekologi bentanglahan sebagai acuan dalam pengelolaan wilayah dan mitigasi bencana.

Koordinator kuliah lapangan, Ivan Ardiansyah, menyampaikan apresiasi atas keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini. “Saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam kuliah ini. Semangat yang tinggi dari teman-teman sangat luar biasa sehingga kegiatan ini berjalan lancar. Harapannya, kami sebagai lulusan Magister Ilmu Lingkungan UGM mendapatkan bekal yang memadai mengenai bagaimana ekologi bentanglahan serta karakteristik wilayah dapat menjadi dasar analisis untuk pengambilan kebijakan. Bekal ini akan kami terapkan di unit kerja kami masing-masing,” ungkapnya.

Kegiatan ini sekaligus mencerminkan komitmen Ilmu Lingkungan UGM dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-11 tentang kota dan permukiman berkelanjutan, serta tujuan ke-15 mengenai perlindungan ekosistem darat. Melalui pendidikan lapangan yang aplikatif dan berbasis ekologi, mahasiswa dibekali kemampuan analisis yang kuat untuk turut serta menjaga keberlanjutan lingkungan di berbagai wilayah Indonesia.

Penulis: Elbibiya Izzul Penidda
Foto: Hasanul Satrio Utomo

Magister Ilmu Lingkungan UGM Terapkan Metode Problem Based Learning dalam Mengatasi Tantangan Air Bersih

BeritaFlash Wednesday, 14 May 2025

Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mengimplementasikan pendekatan inovatif dalam pendidikan lingkungan melalui mata kuliah Hidrologi Lingkungan yang diampu oleh Dr. Margaretha Widyastuti, M.T. Mata kuliah ini didesain dengan metode Problem-Based Learning (PBL) yang mendorong mahasiswa untuk terlibat langsung dalam mini project penelitian dengan tema penurunan atau pencemaran air dan dampaknya terhadap lingkungan. Melalui pendekatan ini, mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kerja yang mengusulkan tema penelitian spesifik, menyusun proposal, melakukan pengamatan dan pengukuran lapangan, serta menganalisis data sekunder yang relevan. Tujuan pembelajaran ini mencakup peningkatan kepekaan dan kepedulian mahasiswa terhadap masalah lingkungan air, pengembangan kemampuan mengelola riset, penguatan keterampilan bekerja dalam tim, serta peningkatan kapasitas penyajian hasil riset dalam bentuk laporan dan presentasi ilmiah.

[sangar-slider id=”1505″]
(Dokumentasi Kegiatan)

Berbagai topik penelitian yang diangkat oleh mahasiswa menunjukkan keberagaman permasalahan air di wilayah Yogyakarta, antara lain studi kontaminasi air tanah dan sungai di sekitar Rumah Potong Hewan Segoroyoso, analisis pencemaran akibat aktivitas tambak udang di muara Trisik dan Pandansimo, kajian pencemaran di sungai Winongo, evaluasi dampak buangan air lindi dari TPA Piyungan terhadap kualitas Sungai Opak, identifikasi dampak pencemaran limbah domestik di Sungai Gajah Wong dan Kali Code, identifikasi kontaminasi air irigasi di Panggungharjo Sewon Bantul, serta karakterisasi perairan Embung Tambakboyo. Keseluruhan penelitian ini tidak hanya menghasilkan temuan akademis, tetapi juga berkontribusi langsung pada pencapaian beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDGs 6 tentang Air Bersih dan Sanitasi Layak, SDGs 14 mengenai Ekosistem Lautan, dan SDGs 15 terkait Ekosistem Daratan.

Meskipun hasil mini project mahasiswa sudah menunjukkan keberagaman dan relevansi dengan isu-isu pencemaran air kontemporer, Dr. Widyastuti menekankan perlunya penguatan metodologi penelitian untuk meningkatkan kualitas dan dampak studi di masa mendatang. Inisiatif pembelajaran berbasis penelitian yang diterapkan oleh Magister Ilmu Lingkungan UGM ini merepresentasikan peran aktif institusi pendidikan tinggi dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan global, sekaligus mempersiapkan generasi profesional lingkungan yang memiliki kepekaan terhadap permasalahan nyata dan keterampilan praktis untuk mengatasinya. Melalui integrasi pendidikan, penelitian, dan pengembangan solusi berbasis ilmu pengetahuan, program ini berkontribusi pada upaya untuk menjaga kelestarian sumber daya air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Penulis: Lucky

123
Universitas Gadjah Mada

Magister dan Doktor Ilmu Lingkungan
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Jl. Teknika Utara, Pogung, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, 55284
Telp. (+62) 858-6655-3174
Email: ilmulingkungan.pasca@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY